City (n): Home
Sedikit
mengutip diskusi di kelas, tentang Shelter,
House, Housing, dan Settlement. Sepintas
istilah-istilah “Ilmiah Kebarat-baratan” ini bisa kita tarik benang merahnya. Ya,
Tentu saja semua mengacu pada tempat berteduh, tempat tinggal, manusia yang akrab disapa “rumah”. Menarik untuk menjadi bahasan, bahwa settlement
skala besar atau kumpulan "rumah" skala besar bisa terwakili dengan istilah Kota.
“This is not
about mine, Yours, or others.
It was just about Ours. The City that we Love”
It was just about Ours. The City that we Love”
Tempat yang paling nyaman di seantero jagat raya ini adalah “rumah” entah bagaimana definisi “rumah” itu sendiri dewasa ini. Apa saja yang berkaitan dengan “rumah” akan membawa kita melayang ke masa kecil mengulang kembali cuplikan-cuplikan hari beriringan dengan emosi yang di bawanya. Anda mungkin teringat dengan iklan bumbu masak yang menarasikan betapa lezatnya citarasa “rumah”. Atau mungkin bagi yang gemar bertengger di depan TV saat liburan pasti pernah menyaksikan kartun Ratataoulle, bercerita tentang tikus yang mampu menggetarkan lidah kritikus masakan terkenal dengan citarasa “rumah”nya.
Beranjak
dari persoalan rumah tadi. Kota, merupakan rumah bagi segala macam jenis
manusia yang mendiaminya. Rumah bagi para pejabat kelas kakap, karyawan
perusahaan multinasional, Pegawai Negeri Sipil, Artist, Buruh pabrik, Homeless, hingga anak-anak penghuni
gang2 sempit perkotaan. Semua memiliki keterikatan tentang bagaimana merasakan “This is our Home”. Belum tentu benar
memang jika kita asumsikan kota sebagai “rumah”. Tapi hati anda pasti bergetar
jika anda merasakan kebanggaan dan Kepedulian akan apapun tentang kota tempat
anda lahir, tempat anda tumbuh, tempat anda jatuh untuk pertama kali, tempat
dimana anda berbahagia dengan sanak-saudara. Anda pasti akan tersentak ketika
anda berada di negeri entah berantah, dan
seketika ada yang ngelantur menyebut
nama kota anda beserta cerita yang mengiringinya.
Kebanggaan
akan Kota dan Rasa Kepemilikan atas kota(rumah) telah membawa banyak dampak
positif bagi perkembangan kota itu sendiri. Entah itu karena ingin berbakti
pada negeri yang telah menempa kita, entah itu karena hubungan pertalian yang terlalu erat. Dalam buku 9 Summer 10 Autums Iwan Setiawan mengenalkan saya pada
pepatah Jawa “mangan ora mangan, sing
penting kumpul”. Dari pepatah tersebut tergambarkan bahwa rumah dan kota
itu sendiri bukan tentang hal-hal fisik yang kasat mata. Tapi juga nilai2 luhur
yang mengiringinya. Atmosfir yang membalut kota tersebut bukan hanya ozon,CO2,
atau senyawa kimia lainnya, tapi juga “senyawa” abstrak yang diikat dalam
memori setiap manusia.
Pride, Love, and Memories..
Bukittinggi
merupakan salah satu kota yang “tercelup” budaya Minangkabau. Orang Minangkabau biasa merantau ke temat2 nan jauh.
Tidak jarang kita temukan rumah makan Padang di banyak tempat yang notabene
masakan orang Minangkabau itu sendiri. Kebanggaan menjadi bagian dari orang
Minangkabau dan sebagai seorang citizen Bukittinggi
khususnya memunculkan niatan untuk berbakti kepada Negri tempat ia dilahirkan. Oleh
sebab itu tak jarang juga kita temui jenis-jenis rumah, masjid, taman, hingga
toko2 yang tumbuh jauh lebih maju dari pada asumsi awal kita tentang substansi
tadi di Kota yang “belum” begitu maju. Membangkitkan gairah ekonomi, sosial,
teknologi, hingga budaya Kota dan penduduk yang mendiaminya.
Maka
bukan rahasia umum lagi bila kemajuan dan perkembangan kota itu ditunjang oleh
rasa kebanggaan, memori, cinta , dan rasa kepemilikan atas tanah pertama yang
kita injak. Kota adalah Rumah tempat manusia yang “terikat” untuk berbakti. tempat
manusia yang “jauh” untuk kembali. Tempat manusia yang “bangga” untuk
mengaktualisasi. Tempat cinta “pertama” tumbuh. Dan pada akhirnya tempat kita untuk
berbagi cerita dengan anak-cucu kelak. Kota adalah Rumah yang harus menumbuhkan
nilai2 luhur, memori, kebanggan, cinta, kisah dalam mengiringi pembagunan
kotanya.
“The Best City is
the City that embrace US”
Ali Bin Abi Thalib
Ali Bin Abi Thalib

No comments:
Post a Comment